Sunday, July 13, 2014

KALIGRAFI KONTEMPORER

Kaligrafi kontemporer adalah istilah atau sebutan untuk sebuah karya yang “memberontak” atau “menyimpang” dari rumus-rumus dasar kaligrafi, yang merupakan bentuk manifestasi gagasan dalam wujud visual. Secara estetika kaligrafi kontemporer mengacu kepada kaidah penciptaan seni rupa kontemporer secara umum dan secara etika bersumber kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang membawa muatan artistik-apresiatif yang berfungsi sebagai tontonan (media apresiasi), di sisi lain mengandung muatan etik-religius yang berfungsi sebagai tuntunan (media dakwah).

Sering diistilahkan adanya jenis kaligrafi “murni” dan “lukisan” kaligrafi. Pertama, dimaksudkan sebagai kaligrafi yang mengikuti pola-pola kaidah yang sudah ditentukan dengan ketat, yakni bentuk yang tetap berpegang pada rumus-rumus dasar kaligrafi (khath) yang baku. Penyimpangan, ataupun percampuradukan satu dengan lainnya dipandang sebagai kesalahan, karena dasarnya tidak sesuai dengan rumus-rumus yang sudah ditetapkan. Sedang yang kedua, adalah model kaligrafi yang digoreskan pada hasil karya lukis, atau coretan kaligrafi yang “dilukis-lukis” sedemikian rupa –biasanya dengan kombinasi warna beragam, bebas dan (umumnya) tanpa mau terikat dengan rumus-rumus baku yang sudah ditentukan. Model inilah yang digolongkan ke dalam aliran kaligrafi Kontemporer.

Segala aspek yang terkait dengan perkembangan seni kaligrafi, kiranya dapat dipahami dengan pemikiran yang lebih umum tentang kebudayaan Islam. Teori tentang kebudayaan Islam secara umum juga dapat disebut dengan teori evolusi. Secara hipotesis dapat dikatakan bahwa kebudayaan Islam berkembang dari bentuk-bentuk yang sangat sederhana menjadi semakin kompleks; dari sebuah aturan lama yang telah dibakukan menuju

pada usaha “pemberontakan” dan akhirnya tercipta sebuah aturan baru.Teori evolusi berlaku dalam bidang tata-aturan hidup masyarakat dalam berkesenian karena tata-aturan ini diturunkan sesuai dengan tingkat perkembangan dan keperluan masyarakat yang senantiasa berevolusi. Dalam banyak segi, membicarakan masalah kebudayaan berarti akan mempermasalahkan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia baik sebagai manusia pribadi maupun manusia yang hidup berkelompok. Kita menyadari bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan adalah merupakan kelompok makhluk yang memiliki kemampuan dalam hal berfikir, berkehendak dan berkemauan maupun cita-cita yang tiada batasnya. Ia yang selalu bercita-cita dengan dibarengi usaha untuk mendapatkan apa-apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. Dapat disebut bahwa manusia itu adalah makhluk yang mempunyai aktifitas dan kreatifitas tinggi dalam usaha memenuhi segala keperluan dan kebutuhan hidupnya. Semua kemampuan ini adalah merupakan ungkapan yang terjelma dari budi dan daya manusia.

Dalam kajian keislaman, selalu saja kita terbentur pada sebuah jalan buntu ketika memasuki wilayah kajian seni Islam. Kebuntuan tersebut muncul dari ambivalensi sikap kaum muslim sendiri dalam menangani persoalan dunia seni. Di satu sisi, sebagian besar orang Islam, dapat dipastikan, akan mengatan bahwa Islam sama sekali tidak bertentangan, apalagi melarang seni. Dengan penuh semangat mereka akan menunjukkan berbagai “dalil” baik Aqliyah: bahwa Al-Qur’an sendiri mengandung nilai artistik, historis: bahwa hingga kini tilawah Al-Qur’an dan khath atau kaligrafi tersebar luas, maupun naqliyah: semacam Hadis yang mengatakan bahwa ‘Allah itu Indah dan menyukai keindahan’.

















No comments: